BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Dengan semakin
berkembangnya teknologi, semakin berkembang juga ilmu pengetahuan. Beragam ilmu pengetahuan baru bermunculan, yang penuh
dengan keasyikan tersembunyi. Pelajar zaman sekarang sekarang pun semakin
tergila-gila dengan ilmu pengetahuan itu. Namun, meskipun ilmu pengetahuan itu
bagus untuk mereka, ada juga hal yang sangat disayangkan. Yaitu, para pelajar
sedikit demi sedikit melupakan ilmu pengetahuan yang sangat penting, yang
membuat keadaan mereka menjadi seperti ini, yaitu ilmu sejarah.
Pengaruh
perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan ini juga menimpa sebagian besar
pelajar muslim, meskipun mereka menurut ilmu di sekolah yang berbasis agama.
Mereka menjadi maniak terhadap ilmu pengetahuan baru yang semakin berkembang.
Sehingga sejarah Islam yang salah satunya adalah sejarah kerajaan-kerajaan
Islam yang banyak ikut andil dalam perkembangan Islam dan mengantarkan mereka
menjadi seperti saat ini mulai mereka remehkan , karena keasyikan mereka dengan
dunia teknologi dan pengetahuan baru, maka lama-kelamaan dari sekedar
meremehkan sejarah-sejarah kerajaan Islam mereka pun menjadi melupakannya dan
alhasil terbentuklah pelajar-pelajar berprestasi, namun buta akan sejarah
kaumnya sendiri.
Oleh karena itu,
kami membuat sebuah catatan ringan yang kami buat karena keprihatinan kami
dengan semakin awamnya para generasi muslim tentang sejarah agamanya sendiri.
Dan semoga catatan ini dapat membantu sedikit banyak bagi generasi muslim yang
lebih mengetahui dan mempelajari sejarah Islam, khususnya mengenai
kerjaan-kerajaan Islam pada masa Daulah Abbasiyah yang awalnya bergabung
didalamnya, namun akhirnya melepaskan diri dan memutuskan untuk berdiri sendiri.
Tim
penulis
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan
uraian diatas, dapat diambil beberapa rumusan masalah yang Bagaimana pengaruh
akan dibahas :
1.
Bagaimanakah sejarah berdirinya Dinasti
Abbasiyah dan perkembangannya.
2.
Bagaimna proses munculnya kerjaan-kerajaan
kecil pada masa Daulah Bani Abbasiyah dan apa penyebab melepaskan dirinya
kerajaan-kerajaan tersebut dari Bani Abbasiyah?
1.3 Batasan Masalah
Dalam
menguraikan suatu hal, pasti mempunyai suatu batasan tertentu,. Untuk itu
penulis akan menentukan batasan masalah dalam penulisan karya tulis ini sebagai
berikut:
1.
Kerajaan-kerjaan kecil yang lahir dan
akhirnya melepaskan diri dari Daulah Bani Abbasiyah.
2.
Proses lahir dan melepasnya
kerjaan-kerajaan kecil didaerah timur dan barat bagdhad pada masa Daulah Bani
Abbasiyah.
3.
Faktor-faktor yang menyebabkan
kerajaan-kerjaan kecil didaerah timur dan barat bagdhad melepaskan diri dari
Daulah Bani Abbasiyah.
1.4 Tujuan Penelitian
Dari beberapa rumusan masalah diatas, penulis mengemukakan beberapa tujuan
dari penelitian ini, yaitu sebagai berikut :
1.
Mengetahui
sejarah peradaban dan perkembangan Islam
pada masa Daulah Bani Abbasiyah.
2.
Mengungkap kelemahan-kelemahan dibalik
kemajuan-kemajuan Daulah Bani Abbasiyah selama berdirinya.
3.
Menambah wawasan terutama mengenai
sejarah perkembangan Islam pada masa Daulah Bani Abbasiyah.
1.5 Manfaat Penelitian
Adapun
manfaat-manfaat yang dapat diambil dari penelitaian ini adalah:
1.
Dapat diambil sirrah dari perjalanan
Islam pada masa lampau.
2.
Dapat terungkap beberapa kelemahan Daulah
Bani Abbasiyah dibalik kemajuan-kemajuannya selama berdiri.
1.6 Metode Penelitian
Untuk mendukung kesuksesan penelitian digunakan sebuah metode pengumpulan
dari berbagai referensi data :
1.
Buku sejarah kebudayaan Islam untuk Tsanawiyah kelas 8
2.
Buku sejarah kebudayaan Islam untuk Tsanawiyah kelas XI
3.
Dan dari sumber-sumber data yang mendukung
1.7 Metode Pengolahan Data
Setelah penelitian dilakukan terhadap berbagai data yang telah berhasil
dikumpulkan. Langkah selanjutnya adalah pengolahan data dengan cara mengkaji
literature tersebut. Kemudian disusun secara sistematis sehingga mudah untuk
dibaca dan dipahami.
1.8 Sistematika pembahasan
Untuk mempermudah pembahasan karya tulis ini maka sistematika yang
digunakan yaitu :
Bab pertama : pendahuluan meliputi latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat dan sistematika pembahasan.
Bab ke dua : Abbasiyah, silsilah khalifah Bani
Abbasiyah, kemajuan dalam bidang social budaya, bahasa, dan sastra, bidang
pendidikan, ilmu pengetahuan, ilmu agama, dana meneladani ketekunan para ulama
dan pengembangan ilmu agama.
Bab ke tiga : munculnya
dinasti-dinasti kecil di barat dan di timur bagdhad.
Bab ke empat : membahas
tentang sebab-sebab runtuhnya Daulah Bani Abbasiyah baik dari dalam maupun dari
luar.
Bab ke lima : berisi penutup meliputi kesimpulan dan saran.
BAB
II
DAULAH
BANI ABBASIYAH
2.1 Sejarah Berdirinya dinasti Abbasiyah
Pemerintahan
dinasti Abbasiyah dapat dikatakan sebagai kelanjutan dari pemerintahan dinasti
umayyah yang telah digulingkannya. Dinamakan kekhalifahan Abbasiyah karena para
pendiri dari para penguasa dinasti ini adalah keturuan Abbas bin Abdul
Munhtali, paman NabiMuhamad saw. Sebelum penggulingan kekuasaan dinasti Bani
Umayyah terjadi, para keluarga Abbas melakukan berbagai persiapan dengan
melakukan pengaturan strategi yang kuat.
Perbahan
secara cepat (revolusioner)tanpa kesiapan jiwa dan dukungan kuat dari rakyat,
hanya akan menimbulkan korban sia-sia dan tidak membawa hasil maksimal. Oleh
karena itu sangat diperlukan pemikiran matang dan strategis yang dapat
memperhitungkan keadaan untuk melakukan gerakan propaganda dengan atas nama
orang yang terpilih dari keluarga Nabi Muhamad SAW.
Muhamad
Bin Ali meminta kepada masyarakat pendukungnya untuk membantu keluarga Nabi
Muhamad SAW. Propaganda ini dilakukan dengan cara yang sangat cermat, sehingga
banyak tokoh masyrakat dan tokoh agama yang tertarik dengan propaganda
tersebut.
Sebagai
baisi pergerakan, Muhamad Bin Ali mejadikan kota kufah sebagai pusat kegiatan
penyebaran dan propagandanya. Pengambilan kota ini sebagai pusat pergerakan
didasari atas letak geografisnya yang sangat strategis yang dapat dijadikan
sebagai benteng pertahanan apabila terjadi serangan dari pasukan Bani Umayyah.
Propaganda
Muhamad Bin Ali mendapat sambutan luar biasa dari masyarakat, terutama dari
kalangan mawali. Hal itu terjadi karena beberapa faktor :
1. Meningkatanya
kekecewaankelompok Mawali terhadap dinasti Bani Umayyah, karena selama dinasti
ini berkuasa mereka ditempatkan pada posisi kelas dua dalam sistem pelapisan
sosial, sementara orang-orang Arab menduduki kelas bangsawan.
2. Pecahnya persatuan antar suku-suku bangsa
Arab dengan lahirnya fanatisme kesukuan antara Arab utara, yakni Arab
Mudhariyah dengan Arabselatan yakni Arab Himyariyah.
3. Timbulnya
kekecewaan kelompok agama terhadap pemerintahan dinasti Bani Umayyah yang
dianggap sekuler. Mereka menginginkan pemimpin negara yang memiliki
pengetahuan, wawasan dan intergritas keagamaan yang mumpuni.
4. Perlawanan dari
kelompok Syi’ah yang menuntut hak mereka atas kekuasaan yang pernah dirampas
oleh dinasti bani Umayyah. Mereka tidak mudah melupakan peristiwa karbala yang
menwaskan keturunan Ali bin Abi Thalib.
Atas
dasar itulah kemudian propaganda Muahamad bin Ali berhasil menggalang kekuatan
guna melengserkan kekuasaan dinasti Bani Umayyah. Semula propaganda yang dilakukan
Muhamad bin Ali tidak menggunakan atau tidak meonojolkan nama Bani Abbas,
tetapi menggunakan nama Bani Hasyim.penggunaan nama Bani Hasyim bertujuan untuk
menghindari perpecahan antara mereka dengan kelompok Syi’ah. Strateginya ini
ternyata berhasil memadukan dua kekuatan besar bahkan lebih, yakni antara para
pendukung yang fanatik dengan Alin bin Abi Thalib dengan para pendukung dari
kelompok lain.
Untuk
melaksanakan kegiatan proaganda tersebut, mereka mengangkat 12(duabelas) orang
propagandis terkenal yang tersebar di berbagai daerah, seperti di Khursam,
Kufah, Irak, Mekkah dan beberapa tempat strategis lainya.diantara isu yang
dikembangkan dalam prpaganda tersebut adalah masalah keadilan yang selama itu
diterpakan oleh pemerintah pusat Bani Umayyah yang bermarkas di Damaskus.
Dari sekian banyak propagandis yang tersebar ditengah-tengah masyarakat,
terdapat salah seorang propagandis terkenal dan berhasil menarik banyak
pengikut adalah Abu Muslim Al-Khurasani. Dia adalah salah seorang tokoh
masyarakat Khurasan yang merasa dirugikan selama masa pemerintahan dinasti Bani
Umayyah.
Dengan gaya kepemimpinanya yang matan
ditambah dengan pengembangan isu yang menjadi bahan pembicaraan banyak
masyarakat, Ia berhasil simpati masyarakat., kahusunya masyarakat Khurasan.,
persia. Masyarakat Marwa menyampaikan sumpah setia kepada Abu Muslim dan
bersedia membantunya untuk menuntu keadilan dari pemerintahan dinasti Bani
Umayyah. Untuk kelancaran kegiatannya, Ia membentuk cabang dan perwakilan
disetiap daerah, sehingga banyak simpatisan yang datang dan menyatakan setia
kepada Abu Muslim al- Khurasanicuntuk membela Bani Abbas dan Bani Hasyim.
Dengan dukungan ini, poisis Abu Muslim al-khurasani semakin kuat, sehingga
gerakannya menjadi kekuatan yang tidak tertandingi bahkan merupakan salah satu
gerakan yang ditakuti para penguasa BAni Umayyah.
Melihat
posisinya semakin terpojok, akhirnya Marwan bin Muhamad, penguasa terakhir dari
dinasti Bani Umayyah menyelamatkan diri dari kejaran massacyang sedang marah
menuju kewilayah Mesir.di Msir inilah, tepatnya di Fustat, Marwan bin Muahamad
tewas terbunuh pada tahun 132H/750M.
Terbunuhnya
Khalifah terakir dari dinasti bani Umayyah ini, menandai era baru dalam
perjalanan sejarah pemerintahan Islam, karena kekuasaan dengan sendirinya
pindah ke tangan penguas baru, yaitu para penguasa dari keturunan Hasyim atau
keturunan Abbas yang kemudian dinasti ini disebut dengan dinasti Bani
Abbasiyah. Dinasti ini berkuasa lebih kurang selama lima setengah abad mulai
dari tahun 132-656H/ 750-1258M.
Selama
masa pergerakan, terdapat 5 (lima)orang tokoh yang sangat berjasa dalam
penggulingan kekuasaan dinasti Bani Umayyah, mereka adalah :
1. Muhamad bin Ali
2. Ibrahim bin
Muhamad bin Ali
3. Abu Abbas
al-Saffah
4. Abu Ja’far
al-Mansur
5. Abu MUslim
al-Khurasani
2.2 Silsilah Dinasti Bani Abbasiyah
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
¨ Sesudah
al Wasiq masih ada 29 Khalifah yang memerintah.
¨ Tanda
panah kebawah menunjukan garis keturuna khalifah.
¨ Angka
menunjukan angka kekhalifahan.
Periode pemerintahan dinasti Abbasiyah diabgi menjadi lima berdasarkan
pola pemerintahan dan politik yang memerintah.
1.
Periode pertama (132-232H/750-847M)
disebut periode pengaruh Persia pertama.
2.
Periode ke dua (232-334H/847-945M)
disebut masa pengaruh turki pertama.
3.
Periode ke tiga (334-447H/945-1055M)
masa kekuasaan dinasti Buwaini atau periode pengaruh Persia kedua.
4.
Periode ke empat (447-590H/1055-1194M)
masa kekuasaan Bani Saljuk atau bias disebut masa pengaruh turki kedua.
5.
Periode ke lima (590-565H/1194-1258M)
masa khalifah bebas dari pengaruh lain, tetapi kekuatannya hanya efektif
disekitar bagdhad.
2.3 Kemajuan Dalam Bidang
Sosial Budaya
Dinasti Bani Abbasiyah yang berkuasa sejak
tahun 132-656H/750-1258M, merupakan dinasti Islam yang paling berhasil dalam
mengembangkan peradaban Islam. Keberhasilan menciptakan pemikiran kreatif dan
menghasilkan karya yang monumental dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan,
peradaban Islam, sosial budaya dan sebagainya, tidak pernah lepas dari
kebijakan-kebijakan khalifah dan peran para tokoh. Para tokoh inilah yang
menjadi ujung tombak didalam pengembangan ilmu pengetahuan dan peradaban Islam
serta kemajuan social budaya.
Para
ahli sejarah tidak eragukan hasil kerja para pakar pada masa pemerintahan
dinasti Abbasiyah didalam memajukan ilmu pengetahuan dan peradaban Islam,
termasuk kemajuan dan perkembangan dalam bidang social dan budaya, diantaranya
:
2.3.1
Seni
Bangunan dan Arsistektur
a). Seni
Bangunan dan Arsistektur Masjid
Masjid
merupakan bangunan tempat ibadah umat Islam yang merupakan wakil paling
menonjol dari arsistektur Islam,. Oleh karena itu, masjid merupakan seni
arsistektur Islam yang tidak ada tandinganya. Arsistektur islam yang berkembang
pada masa dinasti Bani Abbasiyah mengacu pada perkembangan arsistektur Islam
pada masa-masa sebelumnya, yakni pada masa Nabi Muhamad SAW., Khulafau Rasyidin
dan masa Bani Umayyah. Salah satu bangunan masjid yang didirikan pada masa
pemerintahan Bani Abbas adalah bangunan masjid Samarra, di Bagdhad. Masjid ini
sangat indah mewakili seni arsistektur pad zaman nya
Masjid
yang lain adalah masjid Amr bin Ash yang berdiri tahaun 642M. Berbentuk segi
empat dan ada lahan ditengahnya untuk pemberhentian Musafir. Pada empat penjuru
ada menara kira-kira 35meter. Dan masjid Bani Taulun yang didirikan oleh sultan
Ahmad Ibnu Towun tahun 876M diatas dindingnya terdapat balok membujur dihiasi
dengan kaligrafi AL-Qur’an, pilarnya menyerupai pilar seni ghotik dalam
gereja-gereja masehi.
b). Seni Bangunan Kota
Peradaban Islam mengalami kejayaan pada masa pemerintahan dinasti
Abbasiyah (750-1258M). Seni bangunan Islam pada mulanya hanya sederhana
menjelma dalam bentuk masjid, kemudian berkembang ke seni banguna yang lain
setelah umat islam memperoleh pengetahuan dan teknik dari tenaga ahli dari
wilayah-wilayah yang menjadi kekuasaan Islam.
Meskipun begitu, seni bangunan Islam masih mempunyai cirri khas dan
gayanya yang tersendiri, yang terwujud dalam bentuk pilar, lengkung kubah,
hiasan lebah bergantung (muqarnashat) yang menonjol bersusun didepan masjid dan
dimenara tempat adzan ataupun dipuncak pilar. Pembangunan kota-kota baru dan
pembanguna kota-kota diseluruh wilayah pemerintahan dinasti Abbasiyah adalah
kota Bagdhad. Yang dibangun oleh Khalifah Abu Jafar al Mansur (136-158M).
Tempat yang dipilih untuk membangun kota itu adalah lokasi ditepi sungai eufrat
dan trigis. Pembangunan itu di arsistekturi oleh Hajjaj bin Arthah dan Amran
bin Wadidiah, ialah dua orang arsistek terkenal pada waktu itu. Tenaga kerja
yang dibutuhkan dalam pembangunan kota ini sekitar 100.000orang.
2.3.2
Perkambangan
Bahasa dan Sastra
a).
Perkembangan Puisi
Para
penyair pada masa pemerintahan Bani Umayyah, masih kental dalam mempertahankan
keaslian warna arabnya, sehingga meghindari filsafat, bahkan apa saja yang
bukan asli arab. Sedangkan para sastrawan pada zaman pemerintahan Bani
Abbasiyah, telah melakukan perubahan kebiasaan tersebut. Mereka telah mampu
mengkombinasikannya dengan sesuatu yang bukan berasala dari teradisi arab. Oleh
karena itu, pad masa ini sajak-sajak memiliki ciri khas seperti :
1.
Pengunaan kata, uslub dan ibarat baru.
2.
Pemakain pengertian-pengertian baru karena
mereka memiliki imajinasi yang cukup luas dan kemampuan menyadur dari sumber
lain.
3.
Pemujaan yang berlebihan terhadap sesuatu.
4.
Penciptaan sajak yang melukiskan Khamar dan
sajak cabul.
5.
Pengaturan sajak lukisan yang hidup.
6.
Pemakaian sajak ratapan.
7.
Penyusunan ibarat filsafat untuk
memperkembangkan ilmu akal.
8.
Penggunaan keindahan kata ( badi’ ).
9.
Pengutamaan cinta kasih.
10.
Perombakan
adat kebiasaan lama dalam persajakan.
11.
Kelahiran kritikus sastra pada zaman ini.
Perubahan tersebut bukan dating dengan sendirinya, tetapi disebabkan oleh
beberapa faktor, antara lain:
1.
Terjadinya perubahan corak dan tata nilai kehidupan.
2.
Terjadinya evolusi kehidupan social.
3.
Terjadi perluasan makna kebangsaan yang telah
melampaui batas-batas jazirah arabiyah.
4.
Pengaruh kebudayaan asing, terutama kebudayaan
Persia.
5.
Dukungan kuat dari para Khalifah dan para
pembesar istana lainya.
b). Perkembangan prosa
pada mas apemerintahan
dinasti Abbasiyah, telah terjadi perkembangan yang sangat menarik dalam bidang
prosa. Hal itu disebabkan antara lain karena dukungan para penguasa dan
kemampuan personal yang dimiliki masing-masing sastrawan. Banyak buku sastra
dan novel, riwayat, kumpulan nasihat dan uraian-uraian sastra yang dikarang
atau disalin dari bahsa asing. Diantara tokoh dan pengarang terkemuka pada masa
pemerintahan dinasti Abbasiyah adalah :
1.
Abdullah bin Muqaffa (wafat tahun 143H)
Abdulah telah mengaran berbagai buku
prosa daiantaranya adalah Kalilah wa Dimnah. Kitab ini terjmahan bahasa
sansekerta, karya karya seorang filosof India bernama Baidaba. Karya ini berisi
tentang kisah binatang dan burung yang berintikan filsafat akhlak untuk membina
budi pekerti. Karya Abdullah yang kedua adalah KItabul Adabisk Shaqir, yang
berisikan tentang akhlak, filsafat dan pergaulan.
2.
Abdul Hamid al- katib
Ia dipandang sebagai pelopor seni
mengarang surat, sehingga cara-caranya mengarang surat kemudian menjadi aliran
yang memiliki banyak pengikut.
3.
Al – Jahidh ( wafat 255H)
Nama lengkapnya adalah Abu Usman Umar
bin Bahar bin Mahbub al- kanany ali – lisy. Ia telah mengarang banyak buku,
diantaranya adalah Kitabul Bayan Wat Tibyan, Kitabul Hayawan, Kitabul Mahasin
wal Adidad, Kitabul Bukhala, Kitabul Taj.
4.
Ibnu Qutaibah ( wafat 276 H)
Nama lengkapnya adalah Muhamad bin
Abdullah bin Muslim bin Qutaibah al – Dinawary. Lahir di Kufah pada tahun 213
H. ia dikenal sebagai ilmuan dan saatrawan yang sangat cerdas. Karyanya yang
paling terkenal antara lain adalah Uyunul Akhbar, Kitabul Ma’arif, Al- Imamah
wasiyasah , Adabul Katib dan lain sebagainya.
5.
Ibnu Abdi rabbih (wafat 328H)
Nama lengkapnya adalah Abu Umar Ahmad bin
Muhamad bin Abdu Rabbih al- Qurthuby. Ia seorang ulama yang memiliki
pengetahuan tentang manusia, penyair yang berbakat. Karya terkenalnya adalah
al- Aqdul Farid, semacam ensiklopedia Islam yang memuat banyak Ilmu pengetahuan
Islam.
c). Perkembangan Seni Musik
Pada umunya orang Arab
memiliki bakat music, sehingga seni suara atau seni music menjadi suatu
keharusan bagi mereka sejak zaman jahiliyah. Setelah mereka masuk Islam, bakat
music terus berkembang dengan jiwa dan semangat baru. Al_Qur’an dengan
bahasanya yang sangat indah member nafas baru bagi bangsa Arab, bahkan
mendorong mereka untuk mengembangkan bakat musiknya. Hal ini terus berkembang
pada masa Bani Umayyah dan hingga Abbasiyah. Pada masa pemerintah dinasti
Abbasiyah, music Islam mengalami masa kejayaan. Karya dan pemikiran seniman
tersebut merupakan bentuk dari rasa cinta mereka terhadap Islam.
Hal ini diawali
dari :
1.
Penyusunan kitab music
Kegiatan penerjemahan yang dilakukan
oleh umat Islam ketika itu tidak hanya sebatas dalam bidang ilmu pengetahuan,
sains dan filsafat, juga mencakup karya-kraya musik. Karya music yang mereka
terjemahkan menambah wawasan pegetahuan mereka tentang music, sehingga lambat
laun mereka mampu menciptakan karya music Islam. Bahkan dengan kemampuan yang
mereka miliki, mereka mencitptakan karya baru dan menyempurnakan karya lama.
Sehingga seni music ini menjadi khazanah peradaban umat Islam.
Diantara para pengarang karya kitab
music adalah sebagai berikut:
a). Yunus bin Sulaiman (wafat tahun
765M)
beliau
adlah pengarang teori music pertama dalam islam. Karyanya dalam bidang music
sangat ernilai, sehingga banyak musikus eropa yang meniru gaya music yang
diciptakan oleh Yunus bin Sulaiman.
b). Khalil bin Ahmad (wafat tahun
791M)
beliau
mengarang buku-buku music mengenai not dan irama. Karya Khalil kemudian dijadikan
sebagai bahan rujukan sekolah-sekolah tinggi music diseluruh dunia.
C). Ishak bin Ibrahim al- Mousuly
(wafat tahun 850M)
Ia
telah berhasil memperbaharui music-musik jahilliyah dengan system baru. Buku
musicnya yang terkenal adalah Khitabul Ilham wal ghanan (buku not dan irama).
Karena begitu terkenalnya Ishak, dia mendapat gelar Raja Musik (Imamul
Mughanniyah)
d). Hunain bin Ishak (wafat tahun
873M)
ia
telah berhasil menerjemahkan buku-buku teori music karangan plato dan
aristoteles yang berjudul Problemata dan De Anima dan karangan Gelen De Voe.
e). Al-farabi
selain
sebagai seorang filosuf, ia juga dikenal sebagai sorang seniman dan ahli music.
Karyanya banyak diterjemahkan kedalam bahasa eropa dan menjadi bahan rujukan
bagi para seniman dan pemusik eropa.
2). Pendidikan Musik
Para khalifah dan pembesar istana
Bani Abbasiyah memiliki perhatian yang sangat besar terhadap music. Untuk
kepentinga itu, banyak didirikan lembaga pendidikan music. Sekplah music yang
paling baik adalah sekolah music yang didirikan oleh Sa’aduddin Mukmin (wafat
1294M). Karyanya berjudul syarafiya menjadi rujukan masyarakat mudik didaerah
barat.
Diantara penyebab maraknya lembaga
pendidikan music bermunculan pada masa pemerintahan dinasti Abbasiyah adalah
karena kemampuan bermain music menjadi salah satu syarat untuk menjadi pegawai
atau untuk memperoleh pekerjaan di lembaga pemerintah.
2.4
Kemajuan Dalam Bidang Pendidikan
Pada masa pemerintahan bani
Abbasiyah, kegiatan pendidikan dan pengajaran mencapaai kemajuan yang gemilang.
Sebagian Khalifah Abbasiyah merupakan orang berpendidikan. Pada masa ini,
mayoritas umat islam mampu membaca dan menulis, mereka dapat memahami
AL-Qur’an. Pada masa ini, pendidikan tingkat dasar diselenggarakan
dimasjid-masjid, dimana AL-Qur’an merupakan bahan rujukan wajib.
Setelah itu, terdapat juga
kegiatan pendidikan dan pengajaran dirumah-rumah penduduk dand ditempat umum
lainya, misalanya maktab. Terdapt juga lembaga sekolah-sekolah masjid, seperti
zawiyah, halqah, dan lain-lain. Pendidikan pada masa Bani Abbasiyah tidak hanya
diikuti oleh anak-anak pada tingkat dasar saja, juga terdapat pendidikan
tingkat menengah dan tingkat tinggi seperti Baitul Hikmah dan Madrasah Nidzamiyah
yang tidak hanya di Bagdhad, tetapi juga di Persia. Madrsah ini didirikan oleh
Nizam Al- Mulk, seorang Wazir Sultan Saljuk antara tahun 1065-1067 M dan
merupakan pusat lembaga pendidikan agama
yang terbesar pada masa dinasti Abbasiyah.
Kurikulum pendidikan pada tingkat
dasar terdiri dari pelajaran membaca, menulis, tata bahasa, hadis,
prinsip-prinsip dasar matematika dan pelajaran syair. Sedangkan pendidikan
tingkat menengah teridir dari pelajaran tafsir AL-Qur’an, pembahasan kandungan
AL-Qur’an, sunah nabi, fiqih dan ushul fiqih, kajian Ilmu kalam, ilmu mantiq,
dan kesusasteraan. Kaum pelajar tingkat tinggi mengadakan pengkajian dan
penelitian mandiri dibidang astronomi, goegrafi, dunia, filsafat, goemetri,
music dan kedokteran.
2.5
Kemajuan Dalam Bidang Ilmu Pengetahuan
Dinasti Abbasiyah
yang berkuasa sekitar lima abad lebih, dan merupakan salah satu dinasti Islam
yang sangat perduli didalam upaya pengembangan ilmu pengetahuan dan peradaban
Islam. Diantara fasilitas yang diberikan adalah pembangunan pusat-pusat riset
danterjemahan seperti Baitul HIkmah, majelis munadzarah, dan pusat-pusat studi
lain seperti zawiyah, halqah, dan lain-lain, bahkan perguruan tinggi Madrasah
Nidzamiyah.
Untuk
mengetahui bagai mana para khalifah memberikan dorongan bagi para ilmuwan muslim untuk berusaha mengembangkan ilmu
pengetahuan dan peradaban Islam, dan bidang-bidang ilmua apa saja yang
dikembangkan berikut uraian nya.
2.5.1
Bidang-bidang
Ilmu pengetahuan yang dikembangkan
Bidang ilmu pengetahuan yang berkembang pada masa itu antara lain sebagai
berikut.
a.
Filsafat
Proses penerjemahan yang dilakukan umat Islam pada amasa pemerintahan
Abbasiyah mengalami kemajuan cukup besar. Para penerjemah saat itu tidak hanya
menerjemahkan ilmu pengetahuan dan peradaban bangsa-bangsa Yunani Romawi,
Persia, India dan Siria saja. Juga mencoba mentransfernya ke dalam bentuk
pemikiran. Proses ini biasanya disebut juga dengan istilah Hellenisasi.
Diantara tokoh yang memberikan andil cukup penting didalam perkembangan ilmu
dan filsafah Islam adalah:
1.
Al-KIndi
( 185-260H / 801-773M)
Nama lengkapnya adalah Abu Yusuh Ya’kub bin
Ishak bin Sabbah bin Imranal- Hatsbin
Qais al-Kindi ia adalah filosof pertama yang berasla dari suku kindah. Ia
mengatakan antara filsafat dengan agama tidak ada pertentangan dan tidak perlu
dipertentangkan, karena keduanya sama-sama mencari kebenaran.
Dalam catatan MM.
syarif , alkindi memiliki karya sejumlah 270 buah berupa tulisan yang mencakup
pemikiran ilmu pengetahuan lain, seperti filsafah, kedokteran, logika, ilmu
hitung, music, astronomi, psikologi, politik, dan lain-lain. Karya dan
pemikirannya ini memberikan motivasi bagi para filosof dan ilmuwan lain untuk
melakukan kajian yang sama, sehingga ilmu pengetahuan dan filsafat mengalami
perkembangan yang sangat pesat.
2.
Abu Nass
al –Faraby (258-339H/870-950M)
Nama lengkapnya adalah Abu Nass MUhamad al Faraby, lahir di wasi, sebuah
desa farab wilayah transoxania. Ia adlah seorang filosof berwawasan luas. Salah
satu karya belau adlah khusu al Hikam.
3.
Ibnu
Sina
Nama aslinya adalah Abu Ali Husain bin Abdillah bin Sina, lahir di
afsyana dekat Bukhara, sorang filosof Islam yang gemar mencari ilmu, selain
ahli dalam filsafat beliau juga menguasai bidang ilmu yang lain salah satunya
adalah ilmu kedokteran yang melahirkan karya monumental yaitu al Qonun al Thibb ( ensiklopedia
kedokteran).
4.
Ibnu
Bajjah
Nama aslinya adalah Abu Bakar Muhamad bin Yahya alsalqh atau orang barat
menyebutnya avempace, lahir di saragos, spanyol selain menguasai filsafat,
beliau juga ahli tata bahasa dan sastra arab dengan baik, beliau mempunyai banyak
karya antara lain, risalatul wada’, kitab an uabat du.
5.
Ibnu
thufain
Nama lengkapnya adalah Abu Bakar Muhamad bin ambdul Malik bin Muhamad bin
Thufain, seorang filosof kenamaan pada masa itu, dalam bidang filosof adalah
Hay bin Yaqdzan (hidup bin si bangkit)
6.
Imam al
Ghazali
Nama elgkapnya adalah abu Hamid Muhamad bin Muhamad al Ghazali lahir pada
tahun 1059M di Gazaleh kota wilayah Khurasan. Masa awal perkenalanya dengan
ilmu kalam sempat menimbulkan keraguan dalam diri beliau dan menganggap banyak
pemikiran filsafat yang rancu. Bias dilihat dalam karya beliau Tahuful al Falasifah (kerancuan pemikiran
para filsafat ) sehingga beliau memutuskan untuk mencari kebneran yang hakiki
dalam bidang tasawuf.
7.
Ibnu
Rusyid
Nama asli beliau adalah Abu al Waud Muhamad bin Ahmad bin MUhamad bin
Rusyid lahir di cordova tahun 1126M selain filsafat, beliau juga menguasai
berbagai ilmu pengetahuan seperti ilmu Fiqh, bahasa, sastra arab, matematika, fisika
dan masih banyak lagi. Salah satu karyanya adalah Fash al Maqail Fi Ma Baina al
Hikmah Wa al Syai’iyyah Min al ikhtisal.
b.
Ilmu
Kalam
Perkembangan ilmu kalam tidak lepas dari golongan mu’taziah yang turut
andil dalam menciptakan ilmu kalam dan menangkis serangan dari yahudi, nasrani,
dan wasani. Pelopor ilmu kalam terbesar yaiut Washil bin Atha, Asy ary,
Baqillani, Ghazali dan lain-lain.
c.
Ilmu
Kedokteran
Pada masa ini telah didirikan apotek yang pertama didunia, sekolah
farmasi, sekolah kedokteran, yang mempunyai rumah sakit. Pendirian awal
rumahsakit terjadi pada masa khalifah Harun Arrasyid yang mencontoh rumah sakit
asal Persia. Dan dikembangkan pada masa al Makmun. Tokoh-tokoh yang paling
berpengaruh dalam bidang ini adalah Arrzazi dan Ibnu Shina.
d.
Ilmu
Kimia
Dalam bidang ini mereka memperkenalkan eksperimen objektif.
Hal ini merupakan suatu perbaikan yang tegas dari spekulasi yang
ragu-ragu dari yunani. Diantara tokoh-tokoh kimia adalah Jabir bin Hayyan yang
mempunyai pendapat bahwa logam yang selain emas dan perak dapat dirubah menjadi
emas atau perak dengan menggunakan obat rahasia, bisa membuat asam belerang,
asam sendawa, dan aqua regia yang dapat menghancurkan emas atau perak dan
memperbaiki teori aristoteles mengenai campuran logam.
e.
Matematika
Pengembangan ilmu matematika karena didasari kebutuhan pemerintahan. Pada
masa ini, juga ada penerjemahan naskah Fucides (ahli matematika dari yunani).
Buku Zij al Shindind dari india yang diterjemahkan dan dikembangkan oleh
Muhamad bin Ibarhim al Fazari. Penemuan angka nol sampai sepuluh (Arabic
numeric), aljabar oleh al Kawarizan.
f.
Sejarah
Pada masa ini sejarah masih terfokus pada tokoh atau peristiwa tertentu
misalnya sejarah hidup nabi Muhamad SAW. Pada masa ini lahirlah karya besar
yang ditulis sejarahwan kenamaan seperti Muhamad ibnu Ishaq yang menulis kitab
Sirah Nubuwwah li Iba Ishaq yang kemudian disunting oleh muridnya. Ibnu Hasyim,
dan masih banyak lagi.
g.
Ilmu
Bumi
Ahli ilmu bumi pertama dalam sejarah Islam adalah Hisyam al Khalbi yang
mahsyur pada abad 9M. yang kemudian di ikuti oleh beberapa ahli yang lain
seperti al Khawarizani. Bersama 70 orag ahli bumi al Khawarizani membuat globe
pertama tahun 830M. dia juga dilaporkan telah menukur volume dan keliling bumi
atas perintah kalifah al Makmun, yang kemudian dilengkapi oleh Muqaddasi Abu
Abdirah dengan melakukan pengembaraan panjang sehingga menghasilkan
ensiklopedia ilmu. Salah satu karya yang terkenal adalah kitab surah al ard (
morfologi bumi ).
h.
Astronomi
Tokoh pertama adalah Muhamad al fazani. Ia mengoreksi table yang ada
berdasarkan teks astronomi india Siddharta yang ditulis oleh Brahmana Gupta,
selain al Fazani, juga masih banyak lagi tokoh astronomi seperti al
Khawarizani, al Fhargani, al Battani, al Biruni yang menulis banyak buku
tentang astronomi.
2.6
Kemajuan Ilmu Agama
a.
Ilmu
Hadist
Salah satu tokoh penting dalam perkambangan hadist adalah khaliifah
dinasti umayyah. Umar bin Abdulaziz, berkat usaha pengumpulan hadist yang
dilakukan pada masa itu, telah membuka jalan untuk membukukan hadist pada masa
selanjutnya. Seperti munculnya ulama hadits/ rawi-rawi hadits yaitu Imam
Bukhari, Imam Muslim, Ibnu Majjah, Abu Dawud at Tirmidzi dan An Nasa’i
b.
Ilmu Tafsir
Pada
masa ini muncul beberapa metode dalam menafsiri ayat Al-QUr’an, yang pertama
yaitu tafsir al Matshur yaitu menafsirkan Al-Qur’an dengan hadist dan
penjelasan para sahabat. Metode kedua yaitu tafsir Dirayah yaitu menafsir
Al-Qur’an dengan menggunakan akal yang dipelopori oleh golongan Mu’tazhilah.
c.
Ilmu Fiqih
Pada
masa ini para Fuqaha, yaitu ahli fiqih yang ada pada masa Bani Abbasiyah, mampu
menyusun kitab-kitab fiqih terkenal hingga saat ini. Misalnya, Imam Abu Hanifah
(wafat 150H). selain itu, pada masa ini telah terjadi pertentangan antara ahli
hukum mengenai sumber pengambilan hukum. Pertentangan ini berkisar antara
al-Sunnah, al-Wiyas, Ijma’ dan Taklif. Dari pertentangan itu lahirlah ILmu
Ushul Al Fiqh, berbeda dengan masa sebelumnya, pada masa ini hasil pemikiran
para Fuqaha telah dibukukan dan kemudian disebarluaskan oleh murid-murid mereka
ke berbagai penjuru dunia Islam.
d.
Tasawuf
Kecenderungan
pemikiran yang bersifat filosofis menimbulkan gejolak pemikiran diantara umat
Islam, sehingga banyak diantar para pemikir mencoba mencari bentuk gerakan
pemikiran lain, seperti tasawuf. Situasi politik dan perdebatan kalam, menjadi
salah satu factor penyebab banyak ulama Islam mencari jalan menuju tuhan
melalui pendekatan tasawuf. Para sufi banyak yang meninggalkan kenikmatan
duniawi dan kesenangan sesaat, sehingga kegiatan mereka hanya berkisar pada
kegiatan beribadah kepada ALLAH SWT.
2.7
Meneladani Ketekunan Para Ulama dalam
Mengembangkan Ilmu Agama Islam
Para ulama yang hidup pada masa pemerintahan
dinasti Bani Abbasiyah memiliki semangat yang luar biasa didalam mencari ilmu.
Semangat yang kuat itu terlihat dari keinignan mereka untuk menuntut ilmu
kepada para ulama’ besar yang ada pada saat itu. Mereka rela meninggalkan
kampong halaman guna mendapatkan apa yang mereka inginkan. Mereka tidak
memikirkan masalah jabatan dak kedudukan tinggi serta godaan harta. Para ulama
seperti Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Malik, Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’I,
Imam Al- Ghazali, dan lain-lain, merupakan contoh nyata dari para ilmuwan
muslim yang memiliki semangat tinggi dan keinginan besar untuk mencari ilmu dan
mengembangkannya demi kepentingan kemajuan umat Islam.
Ketekunan dan keseriusan ilmuwan muslim
ketika itu patut ditiru. Mereka tidak kenal lelah dan terus berkarya. Mereka
tidak pernah meninggalkan riset dalam menemukan ilmu atau mencari formulasi
ilmu pengetahuan.
BAB III
MUNCULNYA DINASTI-DINASTI KECIL
3.1 Munculnya
Dinasti-dinasti kecil
Lima tahun setelah berdirinya kekhalifahan Abbasiyyah, Abdul Rahman Muda,
satu-satunya keturunan dinasti Umayyah yang luput dari pembantaian masal yang
menandai naiknya rezim baru, tiba disebuah tempat yang jauh di daratan cordova, spanyol. Satu tahun kemudian, yaitu
tahun tahun 756, dia mendirikan sebuah dinasti yang kelak menjadi dinasti yang
besar. Ketika itu, provinsi pertamanya yang akan mengungguli kemajuan imperium
Abbasiyah masih sedang berkembang, begitu pula provinsi-provinsi lain segera
menyusul. Ini semua disebabkan karena lemahnya para khalifah Abbasiyah.
Kemunduran Bani Abbasiyah yang disebabkan oleh berbagai factor mengakibatkan
banyak daerah memerdekakan diri.
Faktor-faktor tersebut antara lain:
a.
keluasan wilayah kekuasaan daulat Abbasiyah yang tidak
diimbangi dengan upaya komunikasi antara pusat dan daerah.
b.
Tingkat kepercayaan dialektis para penguasa dan
pelaksana pemerintahan sangat rendah.
c.
Keprofesian angkatan bersenjata mengakibatkan tingkat
ketergantungan khalifah kepada mereka sangat tinggi.
d.
Kesulitan kondisi keuangan Negara.
e.
Perebutan kekuasaan di pusat pemerintahan.
3.2 Dinasti-dinasti Kecil di Barat
Bagdhad
3.2.1 Dinasti Idrisiah
Pada tahun 785,
Idris bin Abdullah, cicit Al Hasan, Ikut serta dalam salah satu pemberontakan
terhadap Abbasiyah di Hijaz. Perlawanan tersebut bisa diredam dan dia
menyelamatkan diri ke Maroko (al Maqrib). Disanalah dia berhasil mendirikan
sebuah kerajaan yang mengabadikan namanya selama hamper dua abad (789-974)
yaitu dinasti Idrisiyah.
Idrisiyah yang menjadikan Fez sebagai ibu kota utamanya, diatas
reruntuhan kota romawi kuno, volabulis. Kota baru itu berkembang dengan pesat. Padat
penduduknya dengan berbondong-bondongnya para imigran muslim, baik dari Afrika
maupun dari Andalusia kepusat pemerintahan Idrisiyah tersebut. Fez menjadi
pusat kaum Syorfa atau Syurafa ( bentuk jamak dari syarif, orang mulia) yakni
para keturunan cucu nabi saw. Hasan dan Husein Ibnu Ali bin Abu Thalib, yang
menjadi factor penting dalam sejarah perkembangan maroko. Adalah dinasti Syiah
pertama dalam sejarah. Mereka menghimpun kekuatanya dari kalangan berber, yang
meskipun termasuk kaum Sunni, mereka siap mendukung perpecahan, karena
terkepung diantara Fatiniah, Mesir dan Umayyah, Spanyol, dinasti mereka
akhirnya hancur oleh serangan mematikan yang dilancarkan seorang jenderal
utusan khalifah Al Hakam 11 (961-976) dari Kardova
Sebelum dikuasai dinasti Idrisiyah, wilayah tersebut didominasi oleh kaum
Khawarij. Kekuasaan Idrisiyah yang ada dikota-kota tanpa penguasa desa-desa,
akhirnya terpecah-pecah dimasa pemimoin mereka, Muhamad Al Muntasir
(213-221H/828-836M) kekuasaan mereka dibagi-bagikan kepada saudara-saudara
Al-Muntasir yang banyak jumlahnya, sehingga memudahkan musuh mereka dalam
menakhlukanya.
3.2.2. Dinasti
Aqhlabiah
Ketika Idrisiyah meluaskan daerah kekuasanya dibagian barat Afrika utara,
Aqhlabiah Sunni juga melakukan hal yang sama di timur. Diluar wilayah yang
dinamakan Ifriqiah (Afrika kecil terutama Tunisi), sempalan dari Afrika Latin.
Harun Al Rasyid telah mengangkat Ibrahim Al Aqhlab sebagai gubernur. Ibnu al
Aqhlab (800-811) memerintah sebagai penguasa yang berdiri sendiri, dan setahun
setelah pengangkatannya tak satupu khalifah Abbasiyah yang menjalankan
kekuasaan diluar perbatasan Mesir, Aqhlabiah merasa puas dengan gelar Amir,
tetapi tidak merasa perlu mencantumkan gelar khalifah dimata uang mereka, sekalipun sebagai bukti kekuasaan
spiritualnya. Dari ibu kotanya Kairawan, sampai ke Kartago, mereka menguasai
mediterania tengah selama berabad-abad kejayaan mereka. (lihat Philip K Hitti
hal.571).
Banyak penerus Ibrahim yang terbukti sama bersemangatnya dengan Ibrahim
sendiri. Dinasti itu menjadi salah satu titik penting dalam sejarah konflik
berkepanjangan antara Asia dan Eropa. Dengan armadanya yang lengkap, mereka
memporak-porandakan kawasan pesisir Italia, Prancis, Kosika, dan Sardinia.
Salah satu dari mereka Ziyadaf Allah I (817-838), pada 872M mengirim ekspedisi
ke Sisilia Bizantiyum, yang didahului oleh operasi bajak laut. Ekspedisi ini
dan ekspedisi-ekspedisi berikutnya behasil menaklukan pulau itu pada 902M.
Sisilia, Maita dan Sardinia juga berhasil direbut. Terutama oleh bajak laut
yang meluas jauh sampai ke Roma. Pada saat yang sama para pelau muslim dari
Kueta terus-menerus menyerbu pulau-pulau kecil dilaut Aegea, dan pada
pertengahan abad kesepuluh, mereka menyerang kawasan pesisir Yunani. Tiga
prasasti Kufik yang ditemukan di Atena mengungkapkan adanya pemukiman Arab
disana yang diduga bertahan sampai awal abad ke sepuluh.
Masjid besar Kairawan yang masih berdiri sebagai saingan masjid-masjid
timur, mulai dibangun diabawah kekuasaan Ziyadatullah dan disempurnakan oleh
Ibrahim II (874-902). Tempat berdirinya masjid itu juga merupakan lokasi
berdirinya bangunan “ suci” Uqbah, pendiri Kairawan. Masjid Uqbah oleh para
penerusnya tleha dihias dengan pilar-pilar marmer yang didapat dari puing-puing
Kartago, yang kemudian dimanfaatkan lagi oleh penguasa Aqhlabiah. Menara
persegi yang melengkapi masjid ini, yang juga merupakan peninggalan bangsa
Umayyah terdahulu. Dan yang paling lama bertahan di Afrika, memperkanalkan
bentuk menara ala syuriah bata digunakan sebagai gaya-gaya bangunan lain yang menggunakan bata. Berkat masjid
ini, Kairawan dimata kalangan muslim barat menjadi kota suci ke empat setelah
Makkah, Madinah dan Yerusallem, salah satu dari empat gerbang surge.
Dibawah kekuasaan Aqhlabiah terjadi perubahan penting ditengah kawasan
Afrika kecil. Dari kawasan yang tadinya dihuni komunitas Kristen yang berbicara
bahasa latin menjadi kawasan para penganut islam yang berbicara dengan baahasa
arab. Bagaikan rumah judi, Afrika latin utara yang menopang St Agustinus dengan
lingkungan budayanya telah runtuh dan tak bangkit lagi. Perubahan ini mungkin
lebih sempurna disbanding perubahan yang terjadi dikawasan manapun, karena
kawasan ini tidak perlu disentuh oleh pasukan muslim. Pertikaian yang
belakangan muncul dipicu oleh suku-suku barbar yang belum menyerah. Pertikaian
ini berbentuk sektarianisme muslim yang terpecah belah dan sarat dengan bid’ah.
Penguasa Aqhlabiah terakhir adalah Ziyadatullah III (903-909) yang pada
tahun 909 melarikan diri dari serangan Fatimiyah tanpa melakukan perlawanan
sedikitpun.
3.2.3. Dinasti Thulun
Pendiri dinasti Thulun yang berumur
pendek (868-905) di Mesir dan Suriah adalah Ahmad bin Thulun. Ayahnya seorang
Turki dari Farghanah, pada 817 dipersembahkan oleh penguasa Samaniah di Bhukara
sebagai hadiah untuk Al Ma’mun. pada 868 Ahmad berangkat ke Mesir sebagai
pimpinan tentara untuk Gubernur mesir disini dia segera berusaha untuk mendapatkan
kemerdekaan dirinya. Ketika menghadapi tekanan keuangan karena adanya
pemberontakan wangsa Zanj. Khalifah al Mu’tamid meminta bantuan financial
kepada komandan pasukanya yang orang mesir itu, tetapi permintaan itu tidak
dipenuhi, peristiwa itu menjadi titik balik yang mengubah sejarah kehidupan
mesir yang selanjutnya.
Kerjaan Thuluni mewakili kerjaan
pertama Mesir di Syi’ah yang memperoleh anatomi dari Bagdhad Ahmad bin Thulun, seorang prajurit Turki.
Oleh karena itu, Ahmad bin Thulun dibesarkan dalam lingkungan tentara yang
tegas dan disiplin. Pada tahun 254H/868M M. Ibnu Thulun dihantar ke Mesir
sebagai wakil pemerintahan semasa Bagdhad mengalami krisis. Ibnu Thulun
memanfaatkan situasi ini kemudian melepas Bagdhad.
Dalam membangun negeri, beliau
menciptakan stabilitas keamanan dalam negeri. Selepas itu ia juga memperhatikan
dibidang ekonomi. Dalam bidang keamanan ia membangun angkatan perang dengan
kekuatan tentaranya memperluas wilayahnya hinga ke Syam. Selepas Ibnu Thulun
(279H/884M) kepemimpinan diteruskan oleh Khumarawaih (270H/884M). Jaisy
(282H/896M), Harun (283H/896M) dan Syaiban (292H/905M).
3.2.4
Dinasti Iksidiyah
Tidak lama setelah tuntasnya pemberontakan pada
penguasa Abbasiyah di Mesir dan Suriah, muncul lagi dinasti Turki yang masih keturunan
Farghanah, yakni Iksidiyah yang didirikan di Fusthat. Pendiri dinasti ini
bernama Muhamad Ibnu Thugkj (935-946) yang setelah membersihkan kekacauan di
Mesir mendapatkan anugerah gelar kebangsawan ala Iran Ikhyid, dari khalifah Ar
Radi pada 939. Dua tahun selanjutnya, dinasti Iksidiyah mengikuti jejak
Thulunsebelumnya.
Strategi
yang pertama Iksidi adalah mengkokohkan angkatan perang. Beliau diberi tanggung
jawab mentabir Syam. Iksidi meninggal dunia pada tahun 358H/969M, kerajaan
Iksidi berakhir.
Sejarah
sumbangan kerjaan ini, ilmu pengetahuan dan budaya, lahirlah ilmuan seperti Abu
Ishaq al Mawazi, Hasan Ibn Rasyid al Mishiry dan lai-lain. Iksidi juga
mewariskan bangunan megah seperti istana Al Mukthar di Raudah dan taman Bustan
al Kafuri dan lain-lain.
3.2.5.
Dinasti Hamdaniyah
Dinasti ini didirikn pada 293H/905M oleh Hamdan Ibn Hamdan, dari Khabibah
Taqhlib. Dalam konteks ini, Watt mencatat bahwa para penguasa Hamdaniyyah
dianggap bersimpati pada ideology Syi’ah, tetapi Syi’ah moderat. Hal ini
dibuktikan dengan tidak ditemukannya pengaruh ideology itu didalam
kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan dinasti ini. Sebenarnya kelompok ini
melakukan gerakan guna memperoleh kekuasaan di pemerintahan. Usaha mereka baru
berhasil ketika kekuasaan jatuh ketangan khalifah al-Muqtadir. Pada masa al-
Muqtadir, keluarga ini memperoleh jabatan penting di istana. Tiga orang
bersaudara dari keluarga ini diangkat menjadi wali (gubernur), sperti Abdullah
bin Hamdan menjadi wali di Mosul, Said Ibn Hamdan untuk Nahawad dan Ibrahim Ibn
Hamdan untuk daerah-daerah suku Rabi’ah. Dalam perkembangan selanjutnya
diantara keturuna Abdullah Ibn Hamdan yang paling menonjol adalah Abu Muhamad
Ibn Abdullah dengan gelar Nashir ad Daulah, sebagai wali Mosul, dan saudaranya
Abu al-Husein Ali Ibn Abdullah, bergelar Sayf ad Daulah, sebagai wali Halb ata
Aleppo.
Dibawah kekuasaan dua
orang generasi Hamdan ini, dinasti hamdaniyah mengalami perkembangan yang
sangat signifikan, Sayf al Daulah
berambisi untuk memperluas wilayah kekuasaan dan mempertahankan daerah tersebut
dari serangan romawi.bahkan untuk hal tersebut, ia memaksa penguasa Iksidiyah
agar menyerhakan sebagian wilayah Syria utara kepadanya supaya lebih mudah
melakukan pengawasan serta serangan balik bila bangsa romawi melakukan serangan
ke Aleppo (halb). Lebih dari itu penguasa Iksidiyah rela membayar pajak tahunan
kepada Syaif ad Dulah dengan catatan tidak mengganggu Damaskus. Sementara itu,
wali Mosul terus melakukan gerakan perluasan wilayah bahkan sempat menguasai
kota Bagdhad. Selama lebih kurang satu tahun. Setelah berhasil mendesak dan
mengusir Bani Buwaihi. Tapi setelah kekuasaan Bani Buawaihi kembali pulih,
mereka diusir dan kembali ke Mosu. Kekuatan dinasti Hamdaniyah ini mulai
meredup bahkan menghilang setelah kedua tokoh terkenal tersebut wafat. Hal itu
terjadi karena para penguasa sesudahnya selalu konflik berebt kekuasaan,
sehingga melemahkan struktur pemerintahan dan sendi-sendi kekuatan politik
militer. Dinasti ini mengalami kehancuran ketika kekuasaanya jatuh ketangan pemerintahan
dinasti Fathimiyah pada 394H/1004M. meskipun tidak lama, kekuasaan dinasti
Hamdaniyah memiliki peninggalan peradaban yang cukup baik, karena para
penguasanya, khususnya sayf ad Dulah
merupakan penguasa yang mencintai kesustraan, bahkan ia merupakan pelindung
sastra arab. Diantara tokoh sastra terkenal yang hidup pada masa itu adalah al
Mutanabbi. Selain itu pada masa ini juga lahir ilmuan terkenal, seperti al
Farabbi, al Isfahani dan Abu al Fairus. Satu hal yang perlu dicatat disini
adalah bahwa dinasti Hamdaniyah merupakan salah satu dinasti yang mampu menjadi
benteng pertahanan umat Islam dari serangan bangsa Romawi, sehingga keutuhan
wilayah kekuasaan Islam tetap terjaga, meskipun secara internal terjadi konflik
politik tak berkesudahan diantara umat Islam.
3.3
Dinasti-dinasti Kecil di Timur Bagdhad
3.3.1 Dinasti
Thahiriyah (200-259H/820-872M)
Saat dinasti-dinasti kecil sebagian besar dari Arab memecah kekuasan
dibarat, proses yang sama juga terjadi di timur, terutama dilakukan orang Turki
dan Persia.
Dinasti yang pertama mendirikan sebuah
Negara semi independent disebelah timur Bagdhad adalah orang yang pernah
dipercaya oleh Al-Ma’mun untuk menduduki jabatan jenderal, yakni Tahrir bin
Husayn dari Khurassan. Yang secara gemilang berhasil memimpin bala tentara
untuk melawan Al-Amin, dalam perang ini, Tahrir simata satu itu diceritakan
sangat mahir menggunakan pedang dengan
kedua tanganya. Sehingga Al-Ma’mun menjulukinya Zul Al-Yaminain (bertangan
kanan dua).
Tharir adalah keturuan budak Persia, pada tahun 820M diangkat oleh Al-Ma’mun sebagai gubernur atas semua
kawasan disebelah timur Bagdhad dengan pusat kekuasaannya di Khurassan. Meski
secara formal para penerus Tharir adlah pengikut khalifah, mereka memperluas
wilayah kekuasaanya hingga perbatasan India. Mereka memindahkan pusat
pemerintah ke Naisabur, dan disitu mereka berkuasa sampai tahun 872H, sebelum
akhirnya digantikan oleh dinasti Saffariyyah.
3.3.2 Dinasti
Saffariyah (254-289H/867-903M)
Dinasti Saffariyah yang bermula di Sijistan
dan berkuasa di Persia, didirikan oleh Yekub bin Al-laits al-saffar.
Al-Saffar menjadikan pengrajin tembaga
sebagai pekerjaannya dan merampok sebagai kegemaranya. Perilakunya yang sopan
dan efisien sebagai seorang kepala gerombolan perampok telah menarik perhatian gubernur Sijistan, yang
kelak member kepercayaan untuk memimpin balatentaranya. Al-saffar akhirnya
menggantikan gubernur itu dan berhasil memperluas wilayah kekuasaan hamper ke
seluruh Persia dan kawasan pinggiran India, bahkan mengancam ke kawasan Bagdhad
yang berada dibawah pimpinan khalifah Al-Mu’tamid.
3.3.3 Dinasti
Samaniyah (261-389H/874-999M)
Keluarga Samaniyah dari Transoxiana dan
Persia adalah orang-orang keturuan Saman, yaitu seorang bangsawan dari Balkh.
Pendiri dinasti ini adalah Nashr bin Ahmad, cucu dari Saman, tetapi figure
yang menegakan kekuasaan dinasti ini
adalah saudara Nashr, yaitu Ismail yang pada tahun 900H berhasil merebut
Khurassan dari genggaman dinasti Saffariyah. Ketika berada dibawah kepemimpinan
Nashr II (Ibnu Ahmad) yang berada digaris keturunan ke 4 Sammaniyah yang pada
awalnya merupakan kelompok para gubernur muslim dibawah kekuasaan dinasti
Thiriyyah, berhasil memperluas kerajaan hingga Sijistan, Karman, Jurjan, Rayyi,
dan Tabaristan. Dimata Bagdhad, Sammaniyah adalah para Amir(gubernur) atau
bahkan Amil, tetapi dimata rakyat kekuasaan mereka tidak tebantahkan. Pada masa
ini pula, ilmuan muslim yang termahsyur, Al-Razi mempersembahkan karya utamanya
dalam bidang kedokteran berjudul Al-Mansyur. Pada masa ini pula, pada periode
Nuh II yang mengajukanp pengembangan ilmu pengetahuan, Ibnu Sina muda tinggal
di Bukhara dan memperoleh mengakses buku-buku. Disanalah dia memperoleh
ilmu-ilmu yang tidak habisnya. Sejak masa media ekspresi sastra, dan berkat
para penulis itulah sastra muslim Persia yang cenderung mulai baerkembang.
Kendah
merupakan diasnti yang paling cerah, Sammaniyah tidak terlepas dari kekangan
yang terbukti telah menghancurkan dinasti-dinasti lain pada periode yang sama,
selain persoalan biasa yang yang muncul dari pergolakan aristokrasi militer dan
situasi sulit menyangkut suksesi pemerintahan, muncul juga ancaman baru, yakni
mengembara dari turki yang bergerak menuju utara. Bahkan didalam Negara sendiri
kekuasaan sendiri berangsur-angsur diambil oleh budak-budak Turki, yang justru
merupakan golongan yang sering diadili oleh penguasa Sammaniyah.
Salahsatu
wilayah samaniyah,setelah Oxus, perlahan dicaplok oleh dinasti Gaznawi,yang
berkuasa dibawah kepemimpinan salah satu budhak Turki. Wilayah sebelah utara sungai dirampas
oleh Ilek (Ilaq) Khan dari Turkistan. Yang
pada 929M merebut Bukhara dan tujuh tahun kemudian melakukan Caoup De
Grace terhadap dinasti samaniyah yang riwayatnya sudah berakhir.
Pertikaian antara orang Iran dan Turki yang
memperebutkan hak atas wilayah hak perbatasan Islam pada abad
ke empat hijriyah merupakan prolog bagi situasi yang lebih gawat. Setelah
ini kita akan melihat orang-orang Turki memainkan perannya yang semakin penting
dalam urusan dunia sampai mereka akhirnya menyerap sebagian besar kekuasaan
khalifah Bagdhad dan kemudian mendirikan kekhalifahan sendiri yaitu dinasti
Usmani.
3.3.4
Dinasti Ghazwani
Salah satu wilayah Samaniyah, sebelah selatan
Oxus, perlahan-lahan dicaplok oleh dinasti Ghazwani, yang berkuasa dibawah
kepemimpinan oleh salah satu budak Turki. Kebangkitan dinasti Ghazwani
mempersentasikan kemenangan pertama Turki dalam persaingan dengan Iran untuk
mencapai kekuasan dalam Islam. Meski dengan demikian, kekuasaan Ghazwani sama
sekali tidak berbeda dengan kekuasaan Sammaniyah atau Saffariyah.
Ghazwani tidak ditopang dengan angkatan
bersenjata, maka semuanya segera menemui kehancuran. Wilayah-wilayah kekuasan
di timur berangsur-angsur memisahkan diri dan munculah dinasti-dinasti muslim
independent, diutara dan barat seperti dinasti Khan dari timur Thurkistan dan
Saljuk dari Persia. Keduanya memisahkan diri dari kekuasaan Ghazwani, dibagian
tengah dinasti Ghuriah yang tangguh dari Afganistan memberontak dan pada 1186M
berhasil menghancrukan pijakan Ghazwani yang berakir di Labore.
BAB
IV
MUNDURNYA DAULAH BANI ABBASIYAH
4.1 Penyebab Mundurnya Daulah Bani Abbasiyah
Daulah Abbasiyah
berdiri diatas ashabiyah yang agamnya satu, tetapi unsurnya beragam. Yaitu
unsur Arab dan Mawali. Unsur-unsur ini punya kepentingan-kepentingan yang
berbeda.1
Pada masa Makalun
dan Mu’fashim pengaruh unsur Arab dan Mawali
mulai menurun. Keduanya lebih percaya kepada prajurit-prajurit Turki
yang berasal dari budak-budak. Karena keduanya menduga bahwa mereka tidak
berambisi mengambil alih kekuasaan. Tetapi dugaan mereka salah. Tidak lama
kemudian, panglima-panglima Turki dapat memegang tampuk kekuasaan. Para
khalifah hanya bagaikan boneka mainan ditangan mereka. Situasi politik seperti
ini menyebabkan gubernur-gubernur di daerah-daerah melepaskan diri dari
pemerintahan pusat, karena merasa mereka juga punya kekuatan. Akhirnya pada
pertengahan abad ke 3 H banyak dinasti-dinasti kecil berdiri. Pemerintah pusat
di Baghdad tidak mampu menundukkannya, karena tentara-tentara Turki sudah
merasa puas dengan menguasai pusat
pemerintahan, dan para khalifah terpaksa menerima kondisi ini.
Dari tahun 334
sampai 447 H PEMERINTAHAN PUSAT Daulah Abbasiyah dikuasai oleh Dinasti Buwaihi
yang bermadzhab Syiah. Para khalifah juga tidak berkuasa sama sekali. Para
panglima perang Buwaihi
tidak mengakui
kepemimpinan para khalifah. Tetapi jabatan khalifah tetap mereka pertahankan,
karena dua faktor yaitu :
1.
Untuk menarik simpati
masyarakat kota Baghdad.
2.
Posisi para khalifah Abbasiyah
sangat lemah. Mereka dapat dengan mudah mengangkat dan menurunkan khalifah yang
mereka kehendaki.
Dari tahun 447
sampai 530 H peerintahan pusat Abbasiyah dikuasai oleh Bani Saljuq yang
bermadzhab Sunni. Dari tahun 530 sampai 656 H. Para khalifah Abbasiyah berusaha
mendapatkan kembali pengaruh dan kekuasaan politik mereka yang hilang selama
300 tahun lebih. Dan tahun 656 H Daulah Abbasiyah dihancurkan oleh Holago.
Dari uraian panjang
diatas, Muhammad Khudari berkesimpulan bahwa salah satu sebab kemunduran dan
kehancuran Daulah Abbasiyah ialah melemahnya Ashabiyah negara.2
Selain dari faktor
melemahnya Ashabiyah negara masih terdapat beberapa faktor penyebab runtuhnya
Daulah Bani Abbasiyah yaitu internal dan eksternal.
Faktor-faktor internal :
1.
Persaingan antar ras.
2.
Angkara murka terhadap Bani
Umayyah dan kaum Alawiyin.
3.
Kelemahan dibidang mekanisme
pemerintahan.
4.
Kemerosotan ekonomi.
5.
Khalifah amat terpengaruh oleh
Bid’ah-bid’ah agama.
6.
Mengangkat dua orang putra
mahkota.
7.
Ingkar janji.
Faktor eksternal :
1.
Serbuan brutal tentara Mongol.
2.
Terjadinya pembantaian Bangsa
Mongol terhadap umat Islam.
Dari faktor-faktor
penyebab keruntuhan Daulah Bani Abbasiyah diatas menunjukkan bahwa dibalik
kejayaannya sebuah Dinasti Islam setelah Dinasti Ummayah, yang berdiri selama
lima abad lamanya, tak menutup kemungkinan akhirnya mengalami keruntuhan.
Dalam masa lima abad
lamanya, yakni sejak dari As-Safah memerintah pada tanggal 13 Rabi’ul Awal 132
H (30 Oktober 749 M) sampai hari mangkatnya Al Mu’tashim tanggal 20 Muharram
656 H (27 Januari 1258 M) telah ada 37 orang khalifah Bani Abba yang menduduki
singgasana khilafah Abbasiyah.
1)
SKI untuk Madrasah Aliyah Kelas 2. Depag, hal 58.
2)
Ashabiyah artinya perasaan solidaritas karena pertalian darah, kebangsaan atau
persamaan tanah air.
BAB
V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN
Pada periode
pertama, sebenarnya banyak tantangan dan gangguan yang dihadapi dinasti
Abbasiyah. Beberapa gerakan politik yang
merongrong pemerintah dan mengganggu stabilitas muncul dimana-mana, baik
gerakan dari kalangan intern bani Abbas sendiri maupun dari luar. Namun,
semuanya dapat diatasi dengan baik.
Perkembangan
peradaban dan kebudayaan serta kemajuan besar yang dicapai dinasti Abbasiyah
pada periode pertama telah mendorong para penguasa untuk hidup mewah. Setiap
khalifah cenderung ingin lebih mewah dari pendahulunya. Kecenderungan
bermewah-mewah ditambah dengan kelemahan khalifah dan faktor lainnya
menyebabkan roda pemerintahan terganggu dan rakyat menjadi miskin. Kondisi
demikian memberi peluang tentara profesional asal Turki yang diangkat pada masa
Al Mu’tasim untuk mengambil alih pemerintahan. Usaha mereka berhasil dan secara
tak langsung pemerintahan sebenarnya dikendalikan oleh para tentara profesional
dan khalifah Bani Abbas hanyalah sebagai simbol belaka, dan ini merupakan awal
dari keruntuhan dinasti ini yang menyebabkan disintegrasi.*
Ada beberapa
kemungkinan, bisa jadi para khalifah Abbasiyah hanya mementingkan pembinaan
peradaban pada politik dan ekspansi, dan kemungkinan yang lain karena para
khalifah sudah cukup puas dengan pengakuan nominal dari propinsi – propinsi
tertentu dengan pembayaran upeti. Alasannya karena para khalifah Abbas tidak
cukup kuat untuk membuat mereka tunduk sepebuhnya.
Akibat dari
kebijakan yang demikian, maka propinsi-propinsi tertentu di pinggiran mulai
melepaskan diri dari kekuasaan Bani Abbas, ini terjadi dari salah satu dari dua
cara : pertama, seorang pemimpin lokal memimpin suatu pemberontakan dan
berhasil memperoleh kemenangan dan kemerdekaan penuh, kedua, seseorang yang
ditunjuk menjadi Gubernur oleh khalifah, karena kedudukannya semakin kuat, maka
ia melepaskan diri dan mendirikan dinasti baru seperti daulah Aghlabiyah di
Tunisia.
5.2 SARAN
Dari karya tulis
yang berhasil penulis susun ini, kemungkinan masih terselip beberapa
kekurangan, baik dalam penulisan, sistematika pembahasan, ataupun yang lainnya.
Untuk itu, dengan segala kerendahan hati, penulis memohon sudi kiranya pembaca
yang budiman bersedia memberikan kritik dan sarannya kepada penulis.
Purwoasri, 2013
Penulis
*Keadaan tidak bersatu
padu/terpecah belah
SUMBER :
MADRASAH
ALIYAH AL-HIKMAH
PURWOASRI-KEDIRI
2013-2014
1 komentar:
like (y)
Posting Komentar